(Sekilas Profil Front Pemuda ISlam Surakarta_Sebuah Laporan Reportase Lapangan)
Islam Bersatu
Tak Bisa Dikalahkan
Isy Kariman
Au Mutsyahidan
Demikianlah yel-yel itu terdengar pertama kali oleh masyarakat Solo pada tahun 1999 setelah pendeklarasian Front Pemuda Islam Surakarta (FPIS) di masjid jami’ Gumuk yang kemudian menjadi markas besar mereka. Pada awalnya, organisasi tersebut didirikan oleh enam tokoh serta didukung oleh PPP (salah satu dari tiga parpol waktu itu).
“Ada enam orang pendiri FPIS termasuk dari PPP waktu itu,” kata Ust. Cholid Hasan, ketua majelis syuro FPIS saat ini.
Berdirinya FPIS dilatarbelakangi oleh terjadinya kerusuhan Ambon yang pertama tahun 1999. Tujuan didirikannya FPIS pada waktu itu adalah untuk membantu kaum muslimin yang teraniaya dan tertindas, khususnya di Ambon. Bentuk bantuan-bantuan tersebut antara lain berwujud obat-obatan, bahan makanan, selimut, dan bahkan mereka juga mengirimkan bantuan tim medis serta pasukan yang sudah terlatih.
“Maka Front Pemuda Islam Surakarta itu berdiri pada tahun 1999 ketika kerusuhan Ambon muncul pertama kali”, begitu ujar Ust. Cholid Hasan, ayah dari empat orang putera ini.
“Disamping kita mengirim obat-obatan, kita juga mengirimkan tim dokter dan pasukan serta perlengkapan logistik lain yang dibutuhkan di sana,” tambah Ustadz yang berusia 53 tahun tersebut.
Dalam perkembangan selanjutnya, FPIS -yang didukung oleh masjid-masjid di sekitar wilayah karesidenan Solo- memfokuskan pada pembelaan kaum muslimin yang teraniaya, baik muslimin Indonesia, maupun dunia. Peranan itu mereka jalankan pada kasus penangkapan Ust. Abu Bakar Ba’asyir, invasi Amerika Serikat terhadap pemerintahan Taliban di Afganistan, invasi Amerika Serikat ke Irak, pembelaan muslimin Ambon yang tertindas, dan pembelaan muslimin di Poso. Tentu saja, bentuk pembelaan itu bersifat terbatas pada kemampuan FPIS itu sendiri. Mereka hanya membantu sebisa mereka saja. Tak hanya itu saja, aksi mereka juga terlihat dalam usaha mendukung penerapan UU SISDIKNAS dan pemberantasan tempat-tempat perjudian dan maksiat di Solo.
Yang terakhir ini, memberantas perjudian dan tempat-tempat maksiat, biasanya hanya dilakukan ketika mendekati bulan Ramadan. Seringkali hal tersebut membuat FPIS bersitegang baik dengan para preman-preman judi maupun dengan aparat kepolisian.
FPIS sendiri dalam perjalanannya, selalu mengadakan pembinaan-pembinaan dan taklim-taklim serta pembekalan-pembekalan mental kepada seluruh anggotanya. Sedangkan dana operasional organisasi diperoleh dari infaq anggota dan sumbangan perseorangan atau institusi.
“Sumber dana itu sendiri yang paling utama adalah berasal dari anggota sendiri”, jelas Ustadz yang ternyata jebolan Ekonomi IKIP Surakarta.
Dia juga menambahkan,“FPIS sering mengirim massa 2 sampai 5 bus dari Solo ke Jakarta dengan biaya dari jamaah itu sendiri.”
Dalam catatan mereka, sebenarnya FPIS memiliki sebuah kisah yang menarik perhatian masyarakat Solo dan sekitarnya. Sehingga kisah itu berimplikasi positif terhadap masyarakat Solo. Peristiwa itu terjadi sewaktu pemilihan presiden RI tahun 1999 oleh MPR yang akhirnya dimenangkan oleh Gus Dur. Hal itu mengakibatkan kemarahan ribuan bahkan puluhan ribu massa pendukung Megawati yang kemudian membuat kerusuhan di Solo. Melihat banyak dan beringasnya massa perusuh, membuat aparat keamanan yang dalam hal ini adalah pihak kepolisian tidak mampu dan tidak berani menghalau massa yang membakar Gedung Balai Kota Surakarta. FPIS yang terdiri dari ratusan pemuda berusaha memberikan kekuatan moral pada masyarakat yang sebelumnya diliputi perasaan takut dan mencekam untuk berani melawan para perusuh yang berjumlah ribuan. Usaha itu berhasil membuat kocar-kacir ribuan perusuh tatkala kedua massa tersebut bertemu di depan perempatan hotel Novotel Solo. Peristiwa besar itu membuat FPIS disegani oleh masyarakat Solo, khususnya warga keturunan Tiong Hoa. Sehingga kini, apabila ada peristiwa-peristiwa genting di wilayah Solo, banyak yang mengharapkan kehadiran FPIS untuk memberikan rasa ketenangan. Penilaian positif itu juga ditambah dengan aksi unjuk rasa mereka yang selalu tertib dan tidak pernah ada bentrokan-bentrokan yang berarti.
Kini maraknya isu-isu yang beredar di Solo yang mengatakan bahwa kerusuhan pasca pemilihan presiden RI tahun 1998 akan kembali terulang kelak pasca pemilihan presiden sangat santer terdengar. Masyarakat kota Solo yang masih trauma terhadap kerusuhan tersebut tentunya tak bisa berharap banyak. Mereka hanya berdoa dan berharap bahwa kerusuhan tidak akan terjadi. Namun bila kerusuhan itu terjadi, maka mereka akan menyerahkannya kepada pihak kepolisian untuk meredamnya. Lalu bagaiman dengan FPIS, apakah mereka akan kembali beraksi ? Dan bagaimana langkah-langkah mereka selanjutnya ? Wallahu a’lam. Yang jelas, masyarakat Solo dan tentunya FPIS itu sendiri juga tidak mengharapkan adanya kerusuhan akan terjadi.
Marilah kita tunggu aksi-aksi positif FPIS selanjutnya. (fikreatif_dkk)
0 Comments:
Post a Comment