Peran Orang Tua dalam Pendidikan Dini Di Era Modern

Sunday, December 23, 2007


Peran Orang Tua dalam Pendidikan Dini di Era Modern

بسم الله الرحمن الرحيم

Beberapa waktu yang lalu, kita mendengar berita tentang seorang anak laki-laki SMP yang memperkosa tetangganya yang masih SD. Belum selesai mulut kita termangu menyaksikan dan mendengar berita mengejutkan itu kita kembali mendengar berita bahwa seorang anak SD “berhasil” memperkosa temannya. Mungkin sebagian besar diantara kita telah mendengar berita-berita “basi” tersebut. Bukan basi atau tidaknya yang menjadi masalah tetapi sesungguhnya kita telah dihadapkan pada sebuah “batu raksasa yang menggelinding di depan muka kita”. Artinya kita sekarang sedang menghadapi sebuah masa yang penuh dengan ujian, cobaan, dan fitnah. Sempat terlintas dalam pikiran penulis dan mungkin pikiran Ibu / Bapak bahwa bagaimana mungkin anak SD bisa tahu hal-hal yang seperti itu. Namun, faktanya itu terjadi.

Dekadensi moral yang terjadi di negara ini ternyata benar-benar merasuk jiwa bangsa ini. Iblis-iblis seakan-akan hijrah dari neraka menuju bumi Indonesia ini. Dalam kasus-kasus seperti yang diketengahkan di atas, semuanya hampir kompak menyebutkan bahwa latar belakang mereka melakukan perbuatan itu (baca: pemerkosaan) adalah diawali dengan melihat, menonton, menyaksikan gambar, foto, atau video porno. “Anak SD sudah bisa melihat film blue (film porno)?”pikir penulis. “Ya wajar ajalah, jangankan kok nonton VCD, di televisi saja banyak kita jumpai adegan yang menjurus ke arah porno.” Gumam penulis.

Belum selesai penulis beranjak dari keterheranan penulis akan hal itu, penulis melihat dan menyaksikan di layar televisi dengan mata kepala penulis sendiri bahwa pemerintah melalui TELKOM akan memfasilitasi dan membangun jaringan internet di seluruh Indonesia khususnya di wilayah pedesaan dan kalangan siswa SD dengan menyediakan 70.000 jaringan komputer. (kalau tidak salah). Lantas, kalau memang ada internet bantuan pemerintah untuk anak SD dan pedesaan, trus kenapa? Mungkin begitu pikir kita. Apa hubungannya? Bukankah Internet tidak haram laksananya babi yang sudah jelas diharamkan Allah SWT?

Memang benar, internet tidak haram sejauh yang penulis ketahui. Bahkan, mungkin akan menjadi wajib (fardhu kifayah) bagi orang Islam untuk mempelajarinya jika memang besar manfaatnya sementara belum ada orang Islam yang mampu menguasai teknologi internet itu. Namun, permasalahannya bukan di sisi halal atau haramnya. Lebih dari itu, penulis ingin mengajak ibu-ibu dan bapak-bapak benar-benar mempersiapkan putera-puterinya agar terbentengi dengan kekuatan iman yang kuat. Internet adalah satu-satunya media (barangkali) yang bisa melihat dunia hanya dari tempat duduk di depan layar monitor komputer sesuai dengan keinginan kita. Intinya kita “bebas” untuk berbuat apa saja di internet. Kita bisa berkomunikasi, mencari berita, menghina, berkomentar, mengkritik dan lain-lain samapai-sampai hal yang tabu untuk dilihat-pun bisa dilihat di sana “kalau mau”. Dan, Internet tidak mengenal umur.

Nah, dengan gambaran-gambaran tersebut penulis ingin mempertajam pembicaraan secara lebih mendalam. Dari beberapa ilustrasi kisah di atas, saat ini kita khususnya para orang tua yang memiliki putera-puteri dan calon orang tua yang kelak akan mempunyai anak juga benar-benar dihadapkan pada suatu ujian yang besar dari Allah. Pada suatu saat nanti, sangat mungkin setiap rumah akan memiliki internet dan anak-anak SD akan memahami internet. Kalau hal tersebut sudah terjadi, bisa saja mereka mengoperasikan atau mengakses Internet semau mereka. Ketika mereka tidak diperkuat dengan kekuatan iman yang kuat, sangat mungkin mereka akan mengawali penjelajahan di dunia maya itu dengan mengakses situs-situs dan gambar-gambar porno. Dan yang akan menjadi petaka adalah ketika kelak semua orang akan menganggap hal tersebut sebagai suatui hal yang biasa maka sangatlah wajar nantinya banyak terjadi pemerkosaan, free sex, dan perbuatan-perbuatan yang merusak nilai-nilai islam, agama, dan moral. Penulis teringat akan suatu hadits:

عن أبي هريرة رضي الله عنه: قال النبيّ( ص م ) ما من مولود الاّ يولد على الفطرة , فأبواه يهوّدانه, او ينصّرانه, او يمجّسانه, كما تنتحّ البهيمة جمعاء هل تحسّون من جدعاء؟ (رواه البخاري)

“Dari Abu Hurairah, dia menceritakan, bersabda nabi SAW: Tiada anak yang dilahirkan kecuali dalam keadaan fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan dia kafir Yahudi, Nasrani, atau Majusi seperti halnya seekor binatang ternak melahirkan anaknya dengan sempurna, apakah kau dapati kekurangannya?” (HR. Buhori)

Dari dalil hadits di atas kita juga bisa menambahkan keterangan tambahan bahwa anak itu adalah amanah dari Allah yang juga harus kita pertanggungjawabkan. Lebih-lebih terhadap apa-apa yang mereka lakukan ketika masih kecil atau belum baligh. Bagi seorang guru, maka murid SD adalah bagian dari tanggung jawabnya untuk dididik beragama. Dan tidak hanya bagi guru saja tetapi bagi setiap profesi yang tentunya memiliki konsekuensi yang sama pada prinsipnya.

اكرموا أولادكم واحسنوا أدابهم, فانّ أولادكم هديةٌ اليكم (رواه ابن ماجة)

Hormatilah anak-anakmu sekalian dan perbaikilah pendidikan mereka, karena anak-anakmu sekalian adalah karunia (Allah) kepadamu sekalian.” (HR. Ibnu Majah)

Sebagai orang tua tentunya tidak akan pernah ada yang mengharapkan putera-puterinya menjadi orang jahat, menjadi maling, atau yang semisalnya. Akan tetapi semua pasti akan menginginkan anak-anaknya menjadi orang yang sholih, orang yang baik, orang yang sukses meskipun orang tuanya adalah penjahat. Dan sungguh indah perkataan Nabi SAW dalam hadits ini:

اذا مات ابن ادم انقطع عمله الا من ثلاث: صدقة جاريّة او علم ينتفع به, او ولد صالح يدعوله (رواه مسلم عن ابى هريرة)

Apabila anak Adam (manusia) itu mati, maka amalnya terputus semua kecuali tiga perkara yaitu shadaqah jariyah, ilmu yang manfaat, atau anak sholeh yang mendo’akannya.” (HR. Muslim)

Kata yang tercetak tebal sengaja penulis sorot. Hampir tidak ada orang tua yang menginginkan anaknya tidak sholeh. Namun, menjadikan anak sebagai seorang sholeh bukanlah tugas tangan saat membolak-balikkannya. Perlu proses yang panjang dalam mendidik anak. Sebagaimana juga tidak ada orang yang bisa membangun jembatan layang tanpa pernah mengerti perhitungan 2+2=4. Di sinilah peran orang tua yang juga ikut serta dalam mengarahkan puter-puterinya menuju gerbang kesholehan.

Di sini, saat ini, dan sekarang ini-lah agama benar-benar memainkan peranan yang sangat penting dalam menghadapi modernisasi dunia. Maka tidak salah apabila Islam menjadi satu-satunya agama yang paling sempurna dan sangat sempurna. Terbukti rasulullah SAW pun juga memberikan amanah kepada kita agar mengajari anak-anak kita untuk mengenal agama yang dalam hadis berikut disimbolkan dengan pengajaran Sholat..

مروا أولادكم بالصلاة وهم أبناء سبع سنين, واضربوهم عليها وهم أبناء عشرسنين, و فرّقوا بينهم في المضاجع (رواه ابو داود)

Perintahkanlah anak-anakmu sekalian shalat pada waktu mereka berumur tujuh tahun, dan pukullah mereka karena meninggalkan shalat, padahal mereka telah berumur sepuluh tahun, dan pisah-pisahkan tempat tidur di antara mereka.” (HR. Abu Daud_hadis hasan).

Solusi Menghadapi Kedahsyatan Globalisasi:

  1. Berpegang teguh pada ajaran Islam (al Quran dan As Sunnah)

عن مالك رحمه الله تعالى انه بلغه أنّ رسول الله ص م قال: تركت فيكم أمرين لن تضلّوا ما تمسّكتم بهما كتاب الله و سنّة نبيّه

Dari Malik rahimahullah ta’ala bahwa telah sampai kabar bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Aku tinggalkan di tengah kalian dua perkara yang kalian tidak akan tersesat selagi berpegang pada keduanya, yaitu: kitab Allah (Al Quran) dan Sunnah Nabi-Nya.

  1. Berdo’a mengharap rahmat Allah SWT.

حَدِيثُ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي وَأَنَا مَعَهُ حِينَ يَذْكُرُنِي إِنْ ذَكَرَنِي فِي نَفْسِهِ ذَكَرْتُهُ فِي نَفْسِي وَإِنْ ذَكَرَنِي فِي مَلَإٍ ذَكَرْتُهُ فِي مَلَإٍ هُمْ خَيْرٌ مِنْهُمْ وَإِنْ تَقَرَّبَ مِنِّي شِبْرًا تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ ذِرَاعًا وَإِنْ تَقَرَّبَ إِلَيَّ ذِرَاعًا تَقَرَّبْتُ مِنْهُ بَاعًا وَإِنْ أَتَانِي يَمْشِي أَتَيْتُهُ هَرْوَلَةً *

Abu Hurairah r.a berkata: Rasulullah s.a.w bersabda: Allah s.w.t berfirman: Aku adalah berdasarkan kepada sangkaan hambaKu terhadapKu. Aku bersamanya ketika dia mengingatiKu. Apabila dia mengingatiKu dalam dirinya, nescaya aku juga akan mengingatinya dalam diriKu. Apabila dia mengingatiKu dalam suatu kaum, nescaya Aku juga akan mengingatinya dalam suatu kaum yang lebih baik daripada mereka. Apabila dia mendekatiKu dalam jarak sejengkal, nescaya Aku akan mendekatinya dengan jarak sehasta. Apabila dia mendekatiKu sehasta, niscaya Aku akan mendekatinya dengan jarak sedepa. Apabila dia datang kepadaKu dalam keadaan berjalan seperti biasa, nescaya Aku akan datang kepadanya dalam keadaan berlari-lari anak *

  1. Menanamkan anak-anak dengan pendidikan agama islam dengan aqidah yang benar (aqidah ahlu sunnah wal jamaah).
  2. Mengiring remaja muslim dalam berperilaku islami.
  3. Menggalakkan kajian-kajian islam yang sesuai syariat islam (al Quran dan as Sunnah) dan bebas dari bid’ah.

Penutup

Sebagai penutup rangkaian kata-kata di atas, penulis berpesan bagi diri penulis khususnya dan kepada saudaraku seagama:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرًا () وَسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلًا ()

"Hai orang-orang yang beriman, perbanyaklah berzikir (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan petang.” (Al Ahzab: 41-42)

Kebenaran berasal dari Allah dan apabil ada kekurangan maka semua itu semata-mata karena penulis yang fakir akan ilmu dan bergelimang akan dosa. Penulis beristighfar atas kesalahan-kesalahan yang penulis buat. Akhirul kalam. Wallahu a’lam bishhowab. (Fikreatif)

Bumi Allah yang penuh Rahmat-Nya, 22 Rabi’ul Akhir 1427 H

20 Mei 2006

0 Comments:

 
ES-TE-EM-JE - Wordpress Themes is powered by WordPress. Theme designed by Web Hosting Geeks and Top WordPress Themes.
por Templates Novo Blogger