Sunday, December 23, 2007
MEMBANGUN DAN MEMBENTUK KUALITAS KEISLAMAN
Apa itu Islam?
Menurut suatu riwayat, ada sekelompok kaum Yahudi menghadap kepada Rasulullah SAW hendak beriman, dan meminta agar dibiarkan merayakan hari Sabtu, dan mengamalkan Kitab Taurat pada malam hari. Mereka menganggap bahwa hari Sabtu adalah hari yang mulia untuk dirayakan, dan Kitab Taurat adalah kitab yang diturunkan oleh Allah juga. Maka turunlah ayat dari Allah yang menolak permintaan kaum Yahudi tersebut dengan ayat:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِين
(البقرة : 208)
Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu. *(Asbabun Nuzul latar belakang historis turunnya ayat-ayat al Quran, c.v. Diponegoro1975, hal.66)
Islam sendiri secara bahasa berasal dari kata aslama-yuslimu yang berarti menyerahkan. Kata tersebut bentukan dari salima, yang berarti selamat. Lalu lahir pengembangan kata baru seperti istislam (menyerahkan diri), salaam (yang berarti sejahtera), silm (yang berarti damai), dan sullam (yang berarti tangga).
Sedangkan menurut istilah Islam adalah ketundukan kepada kepada wahyu Ilahi yang diturunkan kepada para nabi dan rasul, khususnya Muhammad SAW, sebagai hukum atau aturan Allah SWT yang membimbing umat manusia ke jalan yang lurus menuju kebahagiaan dunia dan akhirat. *(Di Bawah Naungan Cahaya Ilahi, Nurulhuda Press, 2003 hal. 79)
Rasululah sendiri memaknakan Islam dengan :
“Islam adalah bersaksi tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya, dan mendirikan shalat, menunaikan zakzt, puasa di bulan Ramadhan, dan haji ke Baitullah bagi yang mampu di jalannya.” (dikeluarkan oleh Imam hadits yang
Satu lagi pendapat G. Bernard Shaw dalam The Genuine Islam, (Vol. I No. 81936) tentang Islam. “Islam merupakan satu-satunya agama yang memiliki kapasitas penyesuaian terhadap perubahan fase kehidupan, yang membuatnya menarik untuk segala usia. Bila Islam berhasil menjadi diktator dunia modern, maka Islam akan berhasil menyelesaikan masalah-masalah dunia modern dan dapat memenuhi kebutuhan akan kedamaian dan kebahagiaan.” *(Ibid; hal. 81)
Pada intinya, menurut penulis, Islam adalah sebuah dien. Bahkan dalam firman-Nya disebutkan bahwa al Islam, sekarang, adalah satu-satunya agama yang diridhoi oleh Allah. Sedangkan agama-agama samawi lainnya , yakni Nasrani dan Yahudi telah berubah isinya dan tidak sesuai dengan keasliannya. Islam adalah jalan menuju puncak segala puncak. Islam mengatur hal-hal di segala bidang baik itu hubungan manusia dengan Allah, hubungan antar manusia, dan hubungan manusia dengan lainnya. Ajaran Islam sendiri dalam sejarahnya ,dari Rasullullah sampai kini, tidak dan tidak akan pernah berubah. Islam tidak bertambah dan berkurang ajarannya karena ajaran Islam adalah sesempurna-sempurnanya agama. Hanya saja pengetahuan, pemahaman, dan kecerdasan seseorang tentang Islam mungkin terbatas; sehingga membatasi pula kualitas keimanan keislaman seseorang.
Mengapa kita perlu membangun dan membentuk kualitas keislaman?
Kualitas keislaman seringkali disebut pula dengan kualitas keimanan. Sedangkan keimanan pada individu bisa naik dan nisa pula turun. Sebagai misal, ketika kita sedang berada dalam lingkungan yang baik dan dalam keadaan mood yang baik, mungkin keimanan kita berada dalam tingkat yang tinggi pula. Namun, bila sebaliknya, bila kita sedang dalam mood yang jelek, mungkin tingkat keimanan kita sedang dalam tingkatan rendah. Seperti halnya ibarat seorang pendaki yang berjalan ke puncak sebuah gunung. Dalam menggapai angan itu, dia tentunya tidak selalu memperoleh kemulusan. Namun, kadang ia harus melewati tebing, jurang, sungai, pohon yang tumbang,
Karena motivasi itulah maka Rasulullah memberikan nasihat pada umatnya untuk selalu menjaga keimanan. Rasullullah mengatakan bahwa orang muslim yang baik adalah orang yang hari esoknya lebih baik dari hari yang kemarin. Dari sini, penulis dapat menyimpulkan bahwa Rasulullah memberi nasihat untuk selalu menjaga iman bahkan meningkatkan keimanan secara terus menerus. Hal itu sesuai dengan ayat di atas tadi ( al Baqarah: 208) bahwa dalam berislam kita harus menyeluruh. Menyeluruh di sini otomatis memiliki korelasi dengan peningkatan keimanan. Logikanya tidak mungkin orang beragama islam langsung mengetahui dan memahami 100% ajarannya. Dia perlu tahap-tahap untuk mengetahui keseluruhannya. Dan dalam proses tersebut, tentunya perlu didukung dengan peningkatan keimanan pula.
Bagaimana membangun dan membentuk kualitas keislaman?
Sekarang marilah kita lihat masa kini dimana kita bisa melihat banyak sekali orang yang pemahamannya tentang Islam kurang. Sehingga otomatis kualitas keislamannya kurang pula.
Disamping itu masih banyak penyimpangan-penyimpangan yang menurut penulis adalah penyimpangan yang telah besar. Yaitu, ajaran sekuler yang memisahkan agama dengan kehidupan dunia. Dalam bahasa sederhananya penulis mengatakan bahwa agama itu hanya di tempat ibadah dan hanya urusan individu dengan Tuhannya. Sedangkan dalam pergaulan keseharian mereka meninggalkan ajaran agama itu sendiri. Hal ini menurut penulis disebabkan rendahnya kualitas keislaman dan keimanan inividu itu sendiri.
Lalu bagaimana kita membangun dan membentuk kualitas keislaman kita?
Karena pada dasarnya kekurangan mereka adalah buruknya pondasi iman dan Islam yang mereka miliki, maka hal yang pertama kali harus ditata adalah pondasinya terlebih dahulu. Bangunan yang kuat adalah bangunan yang didirikan di atas pondasi yang kuat pula. Iman adalah pondasinya. Mereka diharapkan tidak hanya mengetahui tentang rukun iman yang 5 saja, tetapi lebih dari itu mereka harus ditanamkan perasaan untuk menjiwai apa sebenarnya yang terkandung dalam rukun iman itu semuanya dan memahami cabang-cabangnya. Sehingga kita mengharapkan dalam hati mereka tercermin karakter yang kuat sesuai dengan Islam. Dalam realitasnya, kita bisa menanamkan tujuan itu dengan tarbiyah seperti halnya yang dilakukan di perguruan tinggi-perguruan tinggi di Indonesia yang melakukan kegiatan mentoring atau assistensi, menggerakkan gerakan dakwah yang kompak, meningkatkan diskusi-diskusi global yang berkorelasi dengan agama.
Faktor kedua adalah tiang dari bangunan harus kuat. Dalam hal ini tiang agama adalah sholat. Sedangkan sholat adalah bagian dari rukun Islam. Maka proses kedua adalah menegakkan tiang-tiang agama atau rukun Islam. Seorang muslim hendaknya tidak hanya menganggap rukun-rukun Islam sebagai rutinitas belaka. Hal ini sangat mungkin terjadi pada diri individu seorang muslim. Kita menganggap bahwa syahadat, sholat, puasa, zakat, dan haji adalah sesuatu yang wajib dalam rutinitas ritual ibadah biasa, sehingga dalam pelaksanaannya bentuk kegiatan ibadah tersebut sangatlah miskin akan nilai spiritual dan makna. Seharusnya kita mulai menyadari hal ini. Kita harus memaknai syahadat adalah sebuah ikrar janji kepada Allah dan Muhammad untuk selalu tunduk dalam aturan Islam. Sholat adalah sarana muhasabah, harapan, dan sarana komunikasi dengan Allah. Dan pada intinya kita harus menanamkan kepada diri kita bahwa ritual ibadah itu bukan sekedar ritual, melainkan lebih dari itu terdapat makna yang besar di balik semua hal tersebut.
Apabila hal-hal yang mendasar di atas sudah tertanam, maka hal ketiga yang harus dibangun adalah membuat atap pelindung untuk menyempurnakan fungsi bangunan itu. Dalam hal ini sangatlah penting kiranya kita menambah makna hidup secara umum dengan memunculkan nilai-nilai Islami dalam pergaulan umum. Secara umum, orang menganggap kualitas seseorang itu dari akhlak, intelektual, dan kebaikannya. Jadi, sesuai dengan prinsip Islam yang rahmatan lil alamin, seorang muslim harus mampu mentransformasikan sunnah Rasul dan ajaran Islam dalam pergaualan umum. Nilai-nilai Islam atau ajaran Islam yang dimaksud di sini antara lain sikap-sikap kedisiplinan dalam segala hal, kesopanan, kerajinan, kesungguhan, dan nilai–nilai Islami lainnya. Dan penulis menganggap bahwa sifat yang paling penting adalah sifat seorang mujahidin dan muhlisin. Mujahidin di sini dirtikan sebagai seorang yang selalu bekerja keras dan bersungguh-sungguh dalam segala aspek kegiatan. Sedangkan muhlisin adalah sifat seseorang yang dalam setiap kegiatan sehari-harinya didasarkan selalu karena Allah. Sehingga dari dua sifat ini saja, seumpanya kita mengambil contoh seorang anggota dewan legislative, kita bisa melihat betapa hebatnya seseorang itu. Bila dua sifat itu diterapkan maka seorang anggota legislatif akan selalu hadir dalam setiap sidang, memperhatikan suara rakyat keseluruhan, membela hak rakyat, menolak nepotisme, tidak korupsi, dan mengurangi tidurnya di malam hari karena ia memiliki jiwa mujahid sebagaimana dicontohkan Rasul SAW dan para Khulafaur Rasyidin. Bahkan ia justru akan selalu berdoa, sholat, dan puasa untuk mengharapkan petunjuk Allah SWT.
Hal-hal tersebut sebetulnya dapat kita lihat sejarahnya dalam kisah para Nabi, sahabat, dan tabi’in. Ada juga teladan itu terletak pada ilmuwan-ilmuwan muslim yang berpengaruh dalam pengetahuan modern di dunia. Sebut saja Ibnu Syina, Ibnu Khaldun, Ibnu Rusyd, dan Ibnu Bathutah yang tidak hanya seorang ahli ilmu tapi juga paham akan keislaman. *(Dialog Jumat, H. U. Repubika, edisi 3 September 2004)
Kesimpulan
Kualitas keislaman seseorang pada dasarnya bervariasi tergantung sejauh mana pemahaman individu itu sendiri memaknai Islam menurut Al quran dan Sunnah Rasul. Akan tetapi, di dalam meningkatkan, membangun, dan membentuk kualitas keislaman di dalam masyarakat perlu kiranya melalui proses yang panjang dan bertahap. Hal tersebut dikarenakan kualitas keislaman secara umum masyarakat masih terbatas. Oleh karena itu, menurut penulis bahwa hal-hal yang dipandang penting untuk membentuk dan membangun kualitas keislaman adalah penanaman karakter pondasi iman yang kuat, pemahaman konsep-konsep rukun Islam dan rukun iman, serta pengenalan nilai-nilai Islam yang diteladankan oleh Rasulullah SAW dan para sahabat serta orang-orang saleh sesudah mereka. Kualitas keislaman seseorang tidak akan pernah terbangun apabila diterapkan hal-hal yang bersifat semu dan kamuflase atau kebidahan dalam pengusahaannya. Karena pada dasarnya, penyimpangan meski hanya 1 derajat dalam melangkahkan kaki untuk pertama kalinya dalam menuju sebuah tempat adalah sebuah kesalahan yang sangat fatal, karena garis yang telah melenceng meski satuu derajat tidak akan pernah kembali lurus bahkan justru semakin menjauh. (Fikreatif)
0 Comments:
Post a Comment