Monday, June 30, 2008
Kegagalan Adalah Sukses Yang Tertunda
Cerah indah Mentari pagi
Riang nyaring burung bernyanyi
Keras berjuanglah tanpa henti
Kelak kau raih kemenangan sejati
(tentang pemaknaan arti kerja keras itu harus sustainable)
*******************************
Ketika aku menulis tulisan ini, aku masih menjadi seorang mahasiswa yang duduk di semester 8. Aku masih sangat kecil. Aku bukanlah anak seorang kaya yang tinggal menggunakan jentikan jari tangan memerintah siapa saja untuk melakukan apa saja yang kita inginkan dengan imbalan uang dan harta. Kesuksesan adalah sesuatu yang masih jauh dalam angan-angan hatiku.
Aku hanya berpikir bahwa suatu hari nanti aku akan meraih kesuksesan sebagaimana yang aku inginkan, sukses dunia dan sukses akhirat. Terkesan klise memang. Tapi, saya berpikir, masih adakah cita-cita yang lebih tinggi dari cita-cita saya tersebut? Orang tua dulu sering mengatakan gapailah cita-cita mu setinggi langit di angkasa.
Dalam beberapa kali kesempatan aku bisa membaca buku, melihat kesuksesan seseorang dalam suatu hal, mendengar kesuksesan seorang teman, merasakan aura kesuksesan seorang sahabat, apapun bentuk kesuksesan itu aku mengambil kesimpulan bahwa mereka memiliki satu kata kunci yaitu semangat berjuang atau semangat bekerja keras, atau kalimat dan kata yang semakna dengan itu. Dan mungkin sekali mereka menancapkan dalam hatinya jargon “kegagalan adalah kesuksesan yang tertunda”.
Seringkali aku berkata dalam hati, “siapa yang membuat jargon itu sih, mana ada kegagalan adalah kesuksesan yang tertunda. Bagi aku, gagal adalah gagal. Yang membuat jargon itu pasti orang yang menjaga gengsi aja biar ga malu karena telah gagal.”
Dahulu, seringkali aku akan mengatakan seperti itu. Dan aku rasa, temen-temen juga demikian mungkin. Atau paling tidak kita hanya mengatakan “kegagalan adalah sukses yang tertunda” tetapi sebenarnya kita tidak tahu maksud jargon itu. Seolah kalimat indah tanpa makna.
Namun, setelah aku mencermati ulang kalimat tersebut, aku meralat pandanganku tersebut dan kini menggunakan jargon itu sebagai salah satu prinsip hidup yang agung.
Makna yang terkandungg dalam kalimat “kesuksesan adalah sukses yang tertunda” ternyata memiliki makna yang sangat dalam. Kalimat itu memiliki makna bahwa kita tidak boleh mengatakan kegagalan yang kita alami sebagai kegagalan tetapi sebuah proses menuju sebuah kesuksesan. Ibarat tangga, maka itu adalah tahapan yang harus kita lalui sebelum mencapai puncak tujuan tangga itu. Sehingga, dalam kamus para pejuang yang ingin meraih sukses itu mungkin sama sekali tidak ada istilah gagal. Karena ketika mereka mengatakan gagal, itu berarti perjalanan mereka berhenti dan mereka harus mengulanginya lagi dari awal. Dan kalimat tersembunyi lainnya yang bisa aku tarik dari jargon popular tersebut adalah bahwa sebenarnya kesuksesan itu juga tidak boleh kita pahami sebagai sebuah posisi puncak, yang berarti adalah sudah tidak ada lagi tempat yang lebih tinggi dari kedudukan puncak sukses kita tersebut. Artinya, kita tidak boleh cepat merasa puas dengan kesuksesan yang telah kita raih dan mengiranya sudah tidak ada puncak lagi.
Sebagai seorang pelajar / mahasiswa, kita seringkali berpikir bahwa proses belajar ini akan berakhir. Ketika kita SD, kita merasa bahwa setelah selesai SD maka berarti belajar sudah selesai, padahal belum apa-apa. Masih ada SMP dan SMU. Ketika kita kuliah di perguruan tinggi seolah pendidikan hanya berakhir di strata 1 (S1), padahal masih ada Pasca Sarjana / Master / S2, dan S3 atau Doktoral. Dan sebagian orang pun, ketika mereka punya cita-cita memperoleh gelar S3 dan ternyata dia berhasil, apabila seseorang tersebut menyatakan bahwa puncak pendidikan adalah gelar Doktor, maka sebenarnya dia telah tertipu dengan kesuksesan. Setelah dia meraih gelar doktoralnya itu, dia akan merasa hampa. Kenapa? Karena dia telah merasa di puncak yang sudah tidak ada lagi tempat yang lebih tinggi selain itu. Sedangkan “belajar itu dari mulai buaian hingga liang lahat”.
Thomas Alva Edison konon sebelum menemukan temuannya tentang lampu atau listrik, dia mengatakan bahwa percobaannya menemukan lampu itu setelah mengalami kegagalan sebanyak 9999 kali. Baru setelah yang ke sepuluh ribu, dia berhasil menemukan temuannya.
Seandainya dia berpikir untuk berhenti pada percobaan yang ke 9998-nya, lantas apa yang akan terjadi? Mungkin saja dia tidak akan menemukan lampu dan listrik tidak sampai kepada kita. Itu artinya, Alva Edison tidak berpikir pada percobaan ke-berapa dia akan menemukan temuannya tersebut. Dalam sebuah surat kabar, aku teringat dia mengatakan bahwa 9999 kali kegagalan percobaanya itu ternyata mengandung pelajaran yang bisa ia gunakan untuk menemukan jalan menemukan lampu.
Makna terakhir dari jargon “kegagalan adalah sukses yang tertunda” adalah bahwa jalan kesuksesan tiap individu itu berbeda-beda dan merupakan rahasia ilahi. Kita jangan memiliki perasaan bahwa kesuksesan seseorang bisa diikuti dengan mengekor cara suksesnya seseorang yang lain karena tiap orang memiliki gayanya masing-masing.
Anne Ahira (lahir 28 November 1979), biasa panggil Ahira atau Hira, seorang internet marketer kelas dunia dari Indonesia, CEO Asian Brain (sekolah bisnis online yang ia dirikan) pernah mengatakan bahwa kesuksesan yang dia peroleh saat ini (konon honor tertinggi yang dia peroleh, adalah saat dia memberikan kuliah atau semacam seminar di Amerika Serikat dimana bayarannya untuk berbicara saja sebesar kurang lebih 200 juta rupiah per jamnya) ditempuh dengan perjuangan dan pengorbanan yang luar biasa. Dia korbankan waktu 24 jam untuk mempelajari internet marketing. Dia korbankan kuliahnya yang harus berantakan untuk satu tujuan mempelajari internet marketing. Dia tinggalkan teman-temannya yang suka having funinternet marketing dengan cara surfing internet di warung internet. Andai saja, dia putus asa dan menyerah pada saat total pengeluarannya untuk warnet pada nominal 100 juta rupiah, kemudian berhenti. Mungkin dia benar-benar menjadi orang yang gagal. Kuliahnya hancur, kesehatannya rapuh, orang tuanya membencinya, dst. dan menikmati dunia. Dan perlu diketahui juga, dia telah mengeluarkan ratusan juta rupiah hanya untuk mempelajari